SALIRA TV KAB CIAMIS – Di tengah keterbatasan yang masih dirasakan sebagian masyarakat, sosok H. Wahyu kembali hadir sebagai pribadi yang konsisten menebar empati. Pada Kamis, 12 Juni 2025, ia mengunjungi dua perempuan lanjut usia di Kampung Cantigi RT 06 RW 14, Desa Kujang, Kecamatan Cikoneng, Kabupaten Ciamis – keduanya hidup dalam kondisi yang sangat memprihatinkan, tinggal di rumah yang hampir rubuh.
Dengan didampingi sang istri, Hj. Rini, H. Wahyu menyempatkan diri untuk secara langsung menyaksikan keadaan tempat tinggal Mak Unamah, seorang nenek sebatang kara. Rumah yang ia tempati jauh dari kategori layak huni – dinding penuh retakan, atap berlubang, dan lantai kayu yang telah rapuh menjadi pemandangan memilukan.
“Saya datang untuk bersilaturahmi dan melihat langsung kondisi kediaman Mak Unamah. Keadaannya sungguh memprihatinkan, rumah ini tidak layak dihuni,” ujar H. Wahyu dengan nada penuh keprihatinan.
Kepedulian H. Wahyu tak berhenti sampai di situ. Ia juga mengunjungi rumah Saripah, putri dari Mak Unamah, yang terletak tak jauh dari sana. Namun, situasi yang dijumpai bahkan lebih buruk. “Kalau rumah Saripah, kondisinya jauh lebih parah,” tutur H. Wahyu sambil menunjukkan kekhawatirannya atas keamanan dan kenyamanan tempat tinggal mereka.
Kunjungan ini bukan yang pertama dilakukan oleh H. Wahyu. Dalam kesempatan tersebut, ia juga menyerahkan bantuan berupa 15 kilogram beras serta sejumlah dana tunai untuk meringankan beban kedua warga lansia tersebut.
Ketua RT setempat, Ahen, yang hadir bersama Ketua RW, menjelaskan bahwa sebelumnya rumah Mak Unamah dan Saripah sempat diusulkan dalam program bantuan pemerintah berupa Bedah Rumah Tidak Layak Huni (RTLH). Sayangnya, realisasi program tersebut terhambat oleh kendala klasik: keterbatasan ekonomi.
“Mereka sempat masuk dalam program bedah rumah dari desa, namun menolak karena tidak punya uang untuk kebutuhan harian serta untuk membayar tukang,” ungkap Ahen.
Situasi ini mencerminkan kompleksitas kemiskinan yang dihadapi sebagian warga. Bantuan yang seharusnya menjadi solusi, kerap tertunda karena adanya beban tambahan dalam pelaksanaannya.
Apa yang dilakukan H. Wahyu menjadi potret nyata dari kepedulian sosial yang langka. Semangat gotong royong dan nilai kemanusiaan yang ditunjukkannya menjadi harapan baru, bahwa perubahan tetap mungkin terjadi melalui kepedulian individu. Aksi tersebut diharapkan dapat menggugah kesadaran banyak pihak, termasuk pemerintah dan masyarakat umum, untuk bersama-sama memberikan perhatian terhadap mereka yang hidup dalam keterbatasan.
Heri H












